Kendala Utama, Sering Ditolak Pemilik Naskah Kuno
Banyak sekali naskah kuno yang ada di masyarakat namun belum terdokumentasikan dengan baik. Inilah yang tengah dilakukan Masyarakat Naskah Pendalungan (MNP) yang memburu untuk mendokumentasikan naskah kuno di daerah Tapal Kuda.
RANGGA MAHARDIKA, Jember
SEBUAH tumpukan kertas dengan warna usang terlihat diletakan di atas koran. Tumpukan ini sisinya dijahit dengan benang, dan sisi pinggirnya yang tampak keropos ini dibuka hati-hati. Dengan alat khusus, satu persatu halaman dibuka untuk melihat lembar dei lembar. Seua dilakukan dengan sabar dan hati-hati.
Kadang saat membuka, antar halaman lengket. Mereka pun dengan sabar mencoba membuka agar tidak sampai rysak. Kemudian tumpukan kertas dengan tulisan huruf Arab ini difoto satu persatu. Inilah yang dilakukan oleh masyarakat Naskah Pendalungan (MNP) untuk mendokumentasi dengan proses digital naskah-naskah kuno ini.
"Memang harus hati-hati membukanya. Naskah ini kan usianya sudah puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun," ucap M. Ardiansyah, koordinator kuno ini.
Sebagan Besar Naskah Dipegang Turun- Temurun
Jika tidak, bukan hanya tulisan yang rusak, namun kertasnya juga bisa hancur jika salah dalam penangannya. Bahkan, untuk membukanya harus dengan alat khusus.
Diakuinya, digitalisasi yang dilakukan satu-satunya cara dengan difoto. "tidak boleh difotokopi atau di-scan komputer. Bisa rusak kertasnya," ucapnya. Dia mengatakan kini sudah ada sekitar 16 naskah dan puluhan teks yang sudah dilakukan digitalisasi. Semuannya adalah naskah kuno yang ada di masyarakat Tapal Kuda. Yakni Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo dan Lumalang.
Kebanyakan, diakuinya naskah kuno ini menggunakan huruf aksara Jawa dan Arab pegon. Meskipun menggunakan aksara Pegon, kebanyakan adalah bahasa Jawa harus kromo inggil.
Dari hasil penelitiannya, kertas yang digunakan juga berbagai macam. Ada yang ditulis di dluwang (Kertas tipis) atau di daun lontar.
Ada kertas peninggalan Eropa Kertasnya tebal dan Kuat," ucapnya. Biasanya kondisinya lebih bagus.
Menurut pria yang juga dosen Fakultas Dakwah IAIN Jember ini mengatakan, komunitas ini adalah murni gerakan hati karena keprihatian terhadap sejumlah naskah kuno yang ada di masyarakat. Selain Ardi juga ada M Salman Hamdani dan A. Badrus Sholihin (dosen Dakwah IAIN Jember) yang menjadi tim lain.
Mereka pun berkeliling ke sejumlah lokasi di sejumlah kota tersebut untuk mencari naskah kuno tersebut. Dalam kegiatan ini, pihaknya mengaku sering menemukan naskah yang sudah rusak. Sehingga kemudian akan mencari kecocokan dengan naskah-naskah kuno yang sudah di-digitalisasi sebelumnya.
Dengan proses ini, pihaknya juga melakukan konservasi alias pelestarian naskah-naskah kuno ini. Namun, bukan hanya melakukan digitalisasi saja. "Namun juga melakukan penerjamahan dari naskah kuno ini," ucapnya. Dengan demikian, naskah ini bukan hanya sebagai pajangan namun juga dimengerti oleh seluruh masyarakat awam.
Apalagi ucap Ardi, pihalnya mengaku prihatin dengan minimnya masyarakat yang tidak bisa membaca naskah kuno ini. "Masyarakat pemegang naskah ini beberapa juga tidak tahu arti naskah kuno ini,"jelasnya.
Hal ini karena masyarakat tidak bisa membaca huruf Pegon dan aksara Jawa. Dengan diartikan seperti ini, diakuinya membantu masyarakat untuk tahu apa sebenarnya isi dari naskah kuno ini.
Ardi menuturkan jika sebagian besar naskah ini dipegang secara turun-temurun. "Kebanyakan dari keluarga santir," ucapnya. Untuk mencarinya gampang-gampang susah. Karena ada pewaris naskah kuno yang khawatir menyerahkan naskah ke tim ini karena dianggap warisan yang sakral. Meskipun sudah diberi tahu maksud dan tujuannya. Tapi beberapa ada yang mengartikan naskah ini.
Namun, pihaknya tidak menyerah dan terus mencari naskah kuno yang diprediksi masih banyak di masyarakat. Dia mengatakan naskah yang ditemukan diakuinya tidak melulu tentang ajaran agama. Ada juga yang sebenarnya penerjemahan kitab kuning. Jika saat ini mungkin sama dengan kitab kuning ilya Ulumuddiin. Tapi karena dulu harus menyalin dan tidak ada alat pengganda seperti saat ini.
Juga ada yang bercerita tentang tawafuf, akhlaq, hikayat kenabian, ilmu perbintangan, wayang dan sebagainya,' ucapnya.
Dengan langkah ini minimal bisa memberikan pemahaman pentingnya naskah kuno in. Pasalnya, dirinya menemukan fakta sejumlah naskah kuno diperjual belikan oleh masyarakat. Rata-rata dibeli oleh kolektor dan kemudian dijual ke luar negeri. Jika sudah masuk meja lelang luar negeri, biasanya nilainnya tinggi.
Oleh karena itu, pihaknya berharap nantinya ada perhatian serius dari pihak pemerintah daerah. Utamanya untuk memberikan ruang khusus pelestarian bagi naskah kuno ini dibandingkan disimpan seadanya oleh masyrakat. Sehingga naskah kuno tidak rusak sia-sia di masyarakat.
Minimal ada ruang gelap, dingin serta anti bakteri dan jamur. Dengan demikian naskah usia naskahnya bisa lebih panjang," pungkasnya. (hdi)
Sumber : Jawa Pos Radar Jember 24 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar