Senin, 20 Februari 2017

Muazir, Mahasiswa Penjaga Kereda Mayat Di Masjid Taman Kampus


Pilih Tinggal Di Masjid Untuk Menekan Biaya Hidup

Menempuh pendidikan tinggi bukan hanya hak anak orang kaya. Putra bungsu petani miskin asal Kabupaten Nganjuk, berani ,erantau le Jember kuliah dengan modal pas-paspas. Seperti apa?

RULLY EFANDI,Jember

MASIH mengenakan baju rapi. Pria muda itu begitu cetakan, membersikan lantai masjid tempatnya tinggal. Setiap Sore hari, dia bertugas membersikan masjid yang menjadi rumahnya. Masjid itu bernama Raudatul Jannah. Lokasinya ada di komplek Perumahan Taman Kampus, Jalan Kaliurang Jember.

Muazir, pria muda itu akrab disapa. Tak ada nama panjang yang melengkapi. Namun tak lama lagi, namanya akan bertambah menjadi Muazir SE. Ya, karena pria itu seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan kuliah di semester akhir. Dia belajar di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Unej.

Bungsu dari empat bersaudara ituejak awal kuliah sudah tinggal di Masjid. Sebelumnya, dia sempat menumpang tinggal di rumah kerabat gurunya sewaktu SMA.

Memilih tinggal gratisan, karena mahasiswa asal kabupaten Nganjuk, itu kuliah dengan semangat bonek (bondo nekat).



Berkah tawaran Kerja Di Perusahaan Properti

Bapaknya seorang petani di salah satu desa di Nganjuk hanya mampu memberinya uang kuliah Rp 250 ribu per bulannya. Itu pun hanya kuat satu semester awal kuliah. Selebihnya, dia harus mandiri tanpa ada subsidi lagi dari keluarganya. "Pilihnya, hanya bisa menerima dengan ikhlas," kata pria kelahiran 17 Maret 1995.

Pengurus masjid tempatnya tinggal, memberinya dua tanggung jawab lainnya, selain membersikan masjid. Dia memilikitugas azan dan menjaga keranda mayat serta perlengkapan kematian lainnya milik warga perumahan. "Kalau azan sudah biasa. Sempat membuat merinding, tugas merawat keranda mayat," akunya.

Tempatnya dia tidur, juga bersebelahan dengan keranda mayat yang dijaganya. Setiap ada orang meninggal dunia, diia yang bertugas menyiapkan keranda mayat tersebut. Mulai menata perlengkapan, sampai membersikan keranda sepulang pemakaman, menjadi tugas utamanya. Semua dia lakukan tanpa imbalan. Kecuali hanya untuk tempat tinggal gratis.
Keikhlasannya membuahkan hasil. Belum lulus bergelar sarjanaekonomi, dia mendapat berkah tawaran kerja di salah satu pengembangan perumahan ternama. Kebetulan, bos perumahan itu rumahnya ada di depan masjid tempat Muazir tinggal. "Pak Salam Istana Tegal Besar yang menawarkan saya kerja," akunya.

Tak banyak cara yang dilakukan Muazir kecuali memperkuat mental, keterampilan, penampilan dan paling penting kejuaraan. Setiap hari selepas pulang kuliah, dia rajin piket di kantor, proyek, tempat promosi, bahkan menyebar brosur ke rumah penduduk. "Hasilnya lumayan. Sebulan pernah dapat rezeki Rp 65 Juta, dari ikut jualan rumah katanya dengan naga bangga.

Pundi-pundi rexeki dia tabung. Sampai akhirnya mampu membeli motor. Kendaraan hasil keringatnya bekerja itu, semakin menunjang semngat kuliah kerja dan tentunya mengabdi di masjid. "kalau ada orang meninggal dunia, tentunya bisa lebih mobile," ujarnya.

Muazir sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia tak akan meninggalkan masjid meski sudah mampu membayar uang kosan. Sebab pengabdian yang dilakukannya saat ini, akan menjadi kenangan hidupnya, sebagai mahasiswa pas-pasan yang bisa survival di tengan keterbatasan. (rul/c1/hdi)


Sumber : Jawa Pos Radar Jember 11 November 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar