Tak Kenal Lelah Meski Kurang Diperhatikan Pemerintah
Dikalangan warga nahdliyin, khususnya Jamiyatul Quuro' Walhuffadh (Jamqur) Jember, nama H Machfud Rachmat SPD tidak asing lagi. Selain qari (Pembaca qiroah), dia adalah pembinaJamqur sebuah lembaga pengembagan tilawah hafalan, dan pengkajian Alquran yang memilki NU secara nasional.
SHODIQ SYAREIF, Jember
USIANYA memang sudah berkepala lima, namun aktivitasnya di dunia pengembangan Tilawah Quran nyaris tak pernah kendur. Bahkan, tidak jarang Ustad Mahfud (panggilan akrabnya) juga mengajak istrinya, Hj wakilah Hasyim =, untuk menghadiri setiap bernuansa qiroah, walau dalam kondisi sakit.
Kecintaannya terhadap dunia qiroah (membaca Alquran dengan berlagu) sudah sejak kecil digemari oleh nus PGA tersebut
Bahkan beberapa kali ayah tiga anak ini menjadi juara MTQ di kampun halamannya, Pesongongan, Sumenep, Madura, tersebut. Tapi saya cuma juara hingga tingkat kabupaten," ujarnya merendah.
Jamqur Jember Sudah Ada Sejak 1960
Meski demikian, pria kelahiran 26 Juni 1948 ini tak pernah lelah untuk beraktivitas dalam dunia seni baca Alquran, khususnya melalui Jamqur NU tersebut. Dia menyadari bahwa (hanya) melalui Jamqur dunia qiroah akan terus lestari, meski tak ada kegiatan MTQ (Musabagah Tilawatil Quran).Malah, kata Ustad Mahfud, kegiatan Jamqur saat ini tiadak hanya diisi dengan membaca qiroah, namun sejumlah cabang MTQ yang lain juga mulai dilakukan. Diantanranya, menghafal, manafsir, berdebat, dan beberapa lainnya. "Jadi tidak bosan hanya mendengarkan tilawah saja. Banyak variasi," jelasnya.
Pertemuan rutin tersebut, kata dia dilakukan setiap bulan secara bergiliran di rumah pengurus atau anggota. Dengan demikian, komunukasi antar pengurus anggota, maupun para qari/gariah, tetap terjalin baik. Pada pertemuan rutin pula diperdengarkan lantunana tilawah oleh anggota sekaligus disertai ceramah yang memberi semangat bagi jamaah.
Pensiunan pegawai Kemenag Jember ini mengakui tidak gampang memasyarakatkan dunia Jamqur ke warga nahdliyin, sekalipun. Sebab, lembaga ini merupakan wadah seniman baca Alquran, yang tidak semua orang menggemari. Bayangkan, dari hampir satu juta warga Nahdliyin Jember, mungkin yang menggemari dunia seni baca Quran tak sampai 200-an
Kenapa demikian/ Kata Ustad Mahfud, karena belajar seni baca Alquran memang tak semudah belajar membaca atau menghafalnya. Sebab, belajar tilawah diperlukan suara yang bagus, napas yang standar, dan mengenali lagu-lagu, serta keuletan yang cukup. Sedangkan menghafalkan alquran, mungkin cukup ada kemauan, ada pembimbing (guru), serta kesabaran. Artinya, meski suara kurang bagus dan nafas pendek, tak mempengaruhi suasana dan kelancaran menghafal.
Karena itu lanjut Mahfud, meski tradisi belajar tilawah jauh lebih lama, namun minat pesertanya kalah jauh dengan belajar menghafal. Apalagi di bidang hafalan ada target yang harus capai yakni dalam sekian minggu,bulan, atau tahun merela harus mampu menghafal sekian Juz. Sementara bidang tilawah relatif sulit mengukurnya, kucuali ada MTQ.
Di Jamqur sendiri kata alumnus FKIP UIJ ini, jamaah yang rutin menghhadiri berbagai acar juga tak banyak penambahan anggotanya baru. Tak heran jika anggotanya terkesan hanya itu-itu saja, meski sosialisasi kerap dilakukan. Biasanya, anggota baru muncul jika yang bersangkutan sudah terpuji dalam MTQ, meski hanya tingkat desa atau kecamatan.
Jamqur di Jember sendiri, kata Mahfud, sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1960-an. Sejumlah nama yang menjadi pembina Jamqur anatara lain KH Muchit Muzadi, KH Muhyidin Abdus somad, KH Saiful Bari, KH Mahfud Chalim, KH Hamid Hasbullah, dan lain-lain. Saat ini, Mahfud menjabat sekertaris dewan organisasi, yang dibantu Ustad Saifullah Hudi, pembina tartil di Masjid Baitul Amien.
Bagaimana peran LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran) yang dikomandani Sekwilda/ Menurut Mahfud, selama ini hanya turun tangan ketika ada MTQ pemerintah. Yakni, antar dua tahun hingga tiga tahun sekali. Sebab, dalam kegiatan tersebut, mau tak mau pemda harus turun tangan untuk menyiapkan materi lomba untuk tingkat provinsi. Di luar itu, kata dia Keberadaan LPTQ hanya seperti "formalitas" saja.
Itu berbeda dengan kegiatan seni atau olahraga yang lain. Pihak pemda biasanya lebih peduli, sehingga tak eman untuk mengeluarkan anggaran yang lebih. Sementara untuk kegiatan. LPTQ hanya saat ada MTQ yang dikawal pemerintah. Makanya, kata Mahfud, tak heran jika pembinaan terhadap qiroah maupun cabang MTQ yang lain di Jember, terkesan adem-ayem alias kurang greget.
Bahkan, hingga kini LPTQ Jember belum menggelar MTQ dua tahunan untuk menyeleksi calon peserta MTQ tingkat provinsi dalam waktu dekat. "Jember sudah terlamabat. Daerah lain sudah lama menggelar MTQ persiapan ke Jatim," ujarnya. Padahal, untuk mengikuti MTQ tingkat provinsi, diperlukan pembinaan yang intensif, jika ingin memiliki peserta yang bagus.
Kakek tujuh cucu ini berharap agar warga nuslim yang ingin mencetak putra-putri menjadi qari/qariah, bisa menghubungi pengurus Jamqur. Mereka siap mendidik siapa saja yang ingin menjadi pembaca qiroah andal, karena telah memiliki tenaga profesiaonal.
"Kami ingin dunia qiroah bangkit dan berjaya lagi seperti dulu," pungkasnya. (sh/c1/hdi)
Sumber : Jawa Pos Radar Jember 10 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar