Kegiatan Menumpuk, Rumah pun Belum Punya
SHODIQ SYARIEF, Jember
PENAMPILAN sedehana, gaya bicaranya kalem, namun semangat juang untuk berdakwah, khususnya mencetak kader penghafal Alquran tak pernah redup. Itulah sosok Ustadz Khoirul-panggilan akrabnya-, ketika di temui Jawa Pos Radar Jember di depan sebuah "kafe diskusi," Jl Sumatera, Kamis malam lalu. Malam itu Ustad Khoirul sedang menunggu para santrinya untuk berdiskusi soal keagamaan, yang di gelar secara rutin.
Alumnus Pondok Pesantren Gontor,Ponorogo ini memang dikenal sebagai pendakwah yang telaten dan berpenampilan sederhana. Betapa tidak, hingga kini dia belum memiliki rumah sendiri.
Sering Diundang Ceramah Agama
Kecuali menempati rumah dinas milik Yayasan Al-Islah, kompleks lembaga pendidikan Sekolah Dasar Islam Terpandu SDIT), Jl Danau Toba, Tegalgede, Sumber sari. Di dalam rumahnya pun tak tampak perabot rumah tangga yang terbilang menengah, apalagi mewah.
Selain mengajar rutin di Ma'had Ibnu Katsir (Ibka) Jl Mangga Jember Lor, Patrang, ayah 12 anak ini kerap menghadari berbagai undangan ceramah di berbagai majelis pengajian. Kegiatan lain adalah mengurus Ma'had puteri di Jl Gajah Mada, Sempusatri, lembaga pendidikan SMP Yayasan Al-Ghozali, Kaliurang, Sumber sari, sMK di Rembangan, serta sebuah yayasan serupa di Mojekerto kami diserahi mengelola lembaga penddikan juga," ujar Ustad Khairul.
Untuk menanggung biaya operasional lembaga pendidikannya tersebut, Ustad Khairul mengaku di bantu banyak kawan dan koleganya. Namun yang tak bisa ditinggalkan adalah" berkomunikasi" dengan para donatur yang mencapai 3.000-an, 600 di antaranya donatur tetap. "Memang, kebutuhan kami cukup banyak. Untuk lembaga tahfid Ibka saja Minimal Rp 150 juta per bulan," jelasnya. Sebab, di Ibka yang umumnya mahasiswa itu semuanya digratiskan, termasuk biaya kuliah. Itu merupakan komitmen sejak awal, demi mencari dan mencetak kader hafidz dan hafidzah andal.
Bukan saja donatur yang siap membantu uang, barang-barang bekas manfaat (BBM) memiliki siapa pun juga siap ditampung untuk dijual sebagai salah satu masukan kas. Biasanya barang tidak baru itu di tawarkan kepada kolega yang membutuhkan, termasuk "dipamerkan" pada khalayak ramai, seperti di alun-alun. Untuk menawarkan BBM tersebut biasanya melibatkan para santri, sekaligus pembelajaran mental untuk hidup sendiri. Sebab, santri Ibka kelak juga dituntut menjadi pemimpin mandiri, tanpa tergantung bentuan pihak lain.
Perjalanan studi putra kedua dari tujuh bersaudara kelahiran Blitar 5 Juli 1961 ini, memang berliku. Selamat nyantri di Pondok Moderen Gontor, Awal tahun 1990-an, Khoilrul muda pergi ke Jakarta untuk menimpa ilmu. Namun jangan dibayangkan bisa masuk perguruan tinggi besar seperti UIN atau UI Jakarta. Dia hanya mampu masuk diploma bahasa Arab yang dibuka PTIQ ( Perguruan Tinggi Ilmu Alquran ). Selanjutnya Khairul melanjutkan ke UPIA cabang Universitas Ibnu Saud, Arab saudi. Selanjutnya dia ditugasi untuk merintis sekolah agama Ar-Rahmah, Tukum,Lumajang, pimpinan KH Abdi Manaf (almarhum). Tahun 1999,Khoirul hijrah ke Jember, untuk memprakasai berdirinya lembaga pendidikan SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) hingga kini.
Bagaimana menghidupkan kebutuhan keluarga yang relatif besar ini, putra pasangan H Abdul karim dan Hj Sri Banuh ini mengaku yakin semua rezeki telah diatur oleh Penciptanya. Selain sering diundang berceramah di berbagai tempat, penghobi olahraga futsal, bulu tangkis ,silat,dan bersepeda ini juga berjualan madu." Saya hidup mengalir saja. Semuanya sudah diatur oleh Yang di Atas," tuturnya santai. Seperti umumnya para ustad, Khairul juga memiliki motto hidup berjuang untuk agama Allah, pasti akan dibantu oleh-nya.
Dari 12 putra-putrinya bersama istri tercinta Sirti Zainab, semuanya diupayakan pernah nyantri di pesantren. Bahkan dua putranya kini mengikuti jejak sang ayah (juga sang kakek H abdul Karim) nyantri di Pondok Gontor. Sedangkan putri keduanya, Maryam setamat dari ITB (Institut Teknologi Bandung), kini berkerja di salah satu perusahaan. Semuanya, kata mantan anggota DPRD Jember ini, diharapkan bisa menghafal Alquran, walau tak sampai 30 juz. Dia bersyukur keinginannya untuk berkecimpung dengan Alquran bisa terwujud, terutama melalui ma'had Ibnu Katsir.(cl/sh)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Selasa 20 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar