Selasa, 14 Februari 2017

Menengok Bisnis Budidaya Krokot (Moss Rose) di Kecamatan Panti




Mekar Hanya di Pagi, Omset Capai Jutaan Rupiah

Tanamank rokot atau moss rose sering diabaikan. Namun di tangan siti Munawaroh, tanaman yang banyak tumbuh liar ini disulap jadi barang bernilai jual tinggi. Oleh perempuan tangguh ini, krokot dibudayakan jadi tanaman hias nan menarik dan menawan.

ADI FAIZIN-HADI, Jember

SUDAH 1,5 tahun ini, Siti Munawaroh fokus membudidayakan tanaman Moss Rose. Tanaman yang memiliki nama latin Portulaca Grandiflora ini punya beragam senutan. Mulai dari krokot, portulaka, atau bunga Pukul Sembilan. Disebut bunga Pukul Sembilan, karena tanaman hal biasa mekar pada sekitar pukul 09:00.

"Ini uniknya. Dan itulah yang membuat saya jatuh cinta dengan Moss Rose," tutur Siti (28/10). Siti mulai membudidayakan usai pulang merantau di Bali, wanita berusia 28 tahun itu sebelumnya mengaku tidak memiliki hobi berkebun. Dia pertama kali mengenal Moss Rose dari jejaring sosial. "Awalnya saya liat foto-foto bunga ini di facebook. Saya langsung tertarik sampai sekarang. Apalagi bunganya cantik," ujarnya.

Tanaman Moss Rose tidak membutuhkan syarat tumbuh dan perawatan yang sulit.

Kirim Bunga ke Nabire, Timika sampai Aceh

"Tanaman ini memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Jadi nggak ribet," jelas Siti. Karena mulai ada minat, ia pun mulai membangun kumbung (tempat budidaya) sederhana, di samping rumahnya. Kumbungnya hanya memakai bambu sebagai tiang, dan plastik UV sebagai penutup.

Selain mudah, budidaya Moss Rose juga tidak membutuhkan modal banyak. Menurut Siti, belanja modal dilakukan sambil jalan. "Kalau dihitung-hitung, mungkin ada sekitar Rp 2 Juta. Buat beli pot dan perlengkapan pembibitan lain," tutur Siti.

Meski diakui mudah dan murah, Siti cukup serius menjalankan usahanya itu. Karena itulah, dia mendatangkan bibit Moss Rose itu langsung dari Malaysia. Informasi bibit dari Malaysia itu didapatkan dari forum jejaring sosial yang ia ikuti. "Karena budidayakan Moss Rose paling bagus itu dari Malaysia dan Thailand,"ujar Siti. Ia juga berencana mendatangkan bibit Moss Rose dari Thailand, namun masih terkendala pengiriman.

Tanaman Moss Rose yang biasa tumbuh di Indonesia, menurut Siti biasanya berdaun runcing dan hanya mekar hingga siang hari. "Kalau yang impor sih biasanya daunnya bulat. Dan bisa mekar hingga sore hari," tutur Siti.

Bibit yang dia datangkan dari Malaysia lantas dikembangkan dengan dikawinsilangkan. Tujuannya, untuk mendapatkan varietas bunga baru dengan warna yang lebih menarik. Tantangan utama pembudidaya Moss Rose ini adalah pada kawin silang. "Karena saya otodidak, jadi masih coba-coba terus sampai sekarang. Sering gagal juga," ujar Siti. Ia mengaku terobsesi dengan kekayaan varian Moss Rose di Malaysia yang bisa mencpai 300 varietasi.

Hasil jerih payahnya memang tidak sia-sia. Dalam setiap minggu, dia bisa mengantingi pemasukan antara Rp 1-1,5 jura. Padahal, budidaya di halaman rumahnya hanya seluas 10x10 meter persegi.
Dia tidak memasarkan hasil budidayanya itu lewat toko bunga, tapi melalui jejaring sosial. "JUal di situs online atau jejaring sosial saja," akunya. Namun begitu, dia mengaku masih kewalan jika mmemenuhi permintaan harus menjual ke pedagang tanaman hias.

Pemasaran lewat dunia maya diakui cukup efektif. Banyakpembeli yang datang langsung ke rumahnya, karena tertarik dengan foto-foto Moss rose yang di unggah. Tidak hanya dari Jember, pesanan juga datang dari berbagai kota lain di Indonesia. "Minggu lalu saya kirim ke Nabire dan Timika di Papua. Bulan lalu ke Aceh," tutur Siti.

Pengiriman antar-kota cukup mudah. Selain karena ukurannya yang kecil, tanaman Moss rose juga bisa tahan hidup tanpa media tanah hingga seminggu. Untuk menjaga kesegaran tanaman selama pengiriman, Siti biasanya terlebih dulu merendam datang Mose Ross yang akan dikirim dengan larutan AV-Mix yang biasa digunakan sebagai nutrisi dalam budidaya hidroponik. Siti mengakui, bisnis budidaya Moss Rose relatif cukup mudah dibanding jenis tanaman lain.

Karena itu ia sudah mulai mempersiapakan diri jika tren Moss Rose akan turun. Salah satunya ia kini mulai belajar membudidayakan bunga Vinca atau bunga Tapak Dahar. "Ini saya sudah semai bunga Vinca. Dua bulan lagi sudah siap jual," ujar Siti.

Meski demikian, Siti cukup kecewa jika ada sesama pembudidaya Moss Rose yang menjual tanaman ini dengan harga miring. Tindakan itu menurutnya, kan merusak harga dan mempercepat penurunan tren Moss Rose.

"Sering saya lihat di online itu menjual sampai separo harga pasaran," ujar Siti kecewa. Sebagai pembudidaya sekaligus penggemar, Siti juga kerap merasa sedih jika pembelinya ada yang tidak merawat tanaman yang dia jual dengan baik. "Ya karena saya juga pencinta tanaman ini," ujar Siti.

Siti menjual Moss Rose hasil budidayanya dengan harga antara Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Tergantung tingkat kecantikan bunga. Juga tergantung pada warna dan motif hasil persilangannya.

Lokasi budidaya Siti yang berada di dekat perkebunan kopi dan pertenakan sapi, dirasa cukup menguntungkan. Sebab dia bisa dengan mudah mendapatkan pupuk kandang yang berasal dari pencampuran ampas biji kopi dicampur kotoran hewan ternak. Apalagi pupuk organik murah. Hanya Rp 20.000 sekarung.

Sebagai orang yang baru memulai bisnis tanaman hias, Siti berharap ada peran dari pemerintah atau pihak terkait. "Saya sangat berharap ada bantuan petunjuk dari akademisi untuk mengawinsilangkan tanaman saya," harap Siti.

Bagi mereka yang ingin memulai budidaya Moss Rose seperti dirinya, Siti menyarankan dibutuhkan ketelatenan. "Karena saya harus replating (penanaman ulang) setiap hari," aku Siti. Meski relatif tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, perawatan Moss Rose tetap membutuhkan sedikit perhatian. Ini terutama terkait pencegahan serangan hama serangan yang bisa merusak bunga atau daun. (mg-2/c1/hdi)


Sumber : Jawa Pos Radar Jember 03 November 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar