Hanya Punya Rp 2,4 Juta untuk Ikut Dua Kompetisi di luar Kota
Keputusan Pemkab Jember yang tidak mencairkan anggaran dana hibah olahraga tahun 2016 ini membuat sebagian besar cabang olahraga (cabor) terpuruk. Demi mempertahankan eksistensi, tak sedikit dari cabor-cabor tersebut yang terpaksa menggunakan uang pribadi untuk kepentingan atlet, bahkan sampai berhutang ke banyak pihak.LINTANG ANIS BENA K, Jember
BUPAtI Jember, dr Faida MMR mengakhiri polemik dengan ketidakpastian pencairan anggaran hibah olahraga. Faida memastikan jika anggaran untuk sebagian besar cabor tidak akan cair tahun 2016. Segala program dan hibah yang belum tercairkan karena terhambat prosedur peraturan akan dicairkan pada tahun 2017 mendatang.
Kepastian ini seolah menambah kepahitan yang dialami sebagian besar cabor di Jember. Selama satu tahun belakangan mereka nyaris tidak bisa bernafas karena terhimpit permasalahan anggaran. Bahkan tak sedikit dari mereka yang harus rela mengeluarkan kocek sendiri agar cabor yang dilatih tetap eksis.
Renang Terpaksa Absen Dalam Kejuaraan Renang Se Indonesia
Atletik, misalnya. Para atlet yang aktif dalam cabor ini rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah, dan tinggal di kawasan pinggir kota Jember. Meskipun demikian, mereka tetap menjalankan sesi latihan meskipun harus menggunakan dana pribadi.Wahman, salah satu pelatih atletik Jember menyebu, sebagai seseorang yang menjadikan atletik sebagai passion dan hobi, Wahman mengaku kasihan kepada atlet-atlet muda apabila tidak memiliki wadah untuk mengembangkan kemampuan atletiknya. "Kita tetap jalan latihan dan ikut kompetisi meskipun sembari menunggu dana," ujarnya.
Seluruh kegiatan operasional seperti latihan dan training center berjalan dengan didanai dari para pelatih dan ofisial Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Jember. "Kalau kita hanya menunggu saja pasti lama. Kasihan anak-anak, mereka juga mau mendapatkan prestasi di luar terangnya.
Bahkan mereka sampai harus pinjam ke pihak-pihak lain demi kelancaran aktivitas latihan. Bonus yang diperoleh atlet atas penampilah gemilang di Pekan
Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Jawa Timur bahkan ikut terpakai untuk opersional latihan rutin mereka. "Bisa dibilang sama aja kita nggak dapat bonus, malah nombok," imbuhnya.
Wahman mencontohkan ketika dirinya memberangkatkan atlet atletik untuk tampil dalam kejuaraan daerah (kejurda) dan Ikor Cup, yang lebetulan waktunya hampir bersamaan, pertengahan November lalu.
Ikor Cup diselangarakan 19-20 November, kemudian dilanjutkan dengan Kejurda tanggal 24-26 November. Pada dua agenda tersebut, Jember berhasil meraih mendali emas pada nomor lempar lembing dan untuk kelompok usia 13-15 tahun dan 16-19 tahun.
Namun di balik kesuksesaan tersebut, dana yang mereka terima sangat terbatas. Itupun berasal dari berbagai pihak setelah berbagai usaha mengirimkan proposal. "Kita hanya punya anggaran Rp 2,4 juta untuk dua kali keberangkatan. Untuk transportasi dan penginapan saja tidak cukup," keluhnya.
Padahal jika melihat kondisi tahun lalu, biasanya masing-masing cabor mendapat bantuan dana sekitar Rp 20 juta untuk operasional. Angka ini, kata dia, merupakan angka yang paling kecil dibandingkan dengan anggaran cabor dikota lain. Dari seluruh Jawa Timur Mungkin kita yang paling kecil, kabupaten lain ada yang dua kali lipatnya dari kita, lanjutnya.
Kondisi yang sama juga dihadapi oleh cabor renang,. Meskipun tetap menjalani latihan rutin setiap pekan, namun mereka tak bisa optimal mengikuti kejuaraan yang digelar diluar daerah. Hanya mampu dikuti oleh perenang asal Jember.
Keterbatasan dana juga menjadi kendala utama. Arifin, salah satu pelatih renang Jember menuturkan, tanpa adanya dana dari pemerintah pihaknya tak bisa ekspansi ke luar kota. Sekali kejuaraan bisa samapi Rp 6 juta atau lebih, tergantung tempat pelaksaan kejuaraannya," kata Arifin.
Belum lagi biaya sewa kolam renang yang mencapai Rp 500 ribu per bulannya. Untuk saat ini Arfin lebih banyak menggunakan dana pribadi. Karena itu tidak bisa latihan terlalu sering," imbuhnya.
Akibat lainnya adalah tidak bisa mengikuti kejuaraan di luar daerah. Di Kejuraan Renang Antar Perkumpulan Seluruh Indonesia (Krapsi) misalnya, tak ada satupun atlet renang Jember yang berangkat untuk membuktikan eksistensi mereka di kancah nasional.
Arifin khawatir jika kondisi ini tetap berlangsung. para atlet tidak bisa berkembang. Keikutsertaan mereka dalam berbagai turnamen dan kejuaraan menjadi faktor penting untuk mengukur kemampuan mereka. Meskipun eksis di Jember, tapi kalau tidak ada kompeetisi dikhawatirkan anak-anak jadi bosen, bahkan bisa lari ke luar daerah kata Arifin.
Polemik pencairan anggaran dana hibah olah raga ini berawal dari seruan tiga institusi persepakbolaan di Jember yaitu Askab PSSI, Persib, dan Jember United. Perataturan Mentari dalam Negeri (Permendagri) Nomer 32, Tahun 2011, Tentang pedoman pemberian hibah dan pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial (Bansos) yang bersumber dana APBD, mengalami perubahan kedua yang kemudian terbit Permendagri Nomer 14 Tahun 2016. Terbitnya Permandagri baru tersebut, kemudian perlu dilakukan review kesesuaian syarat atas pemberian hibah, untuk disesuaikan pada proses anggaran berikutnya. Hal tersebut membuat pelaku olahraga, khususnya sepak bola, langsung melakukan protes keras. Apalagi anggaran yang tidak cair ini juga terjadi pada seluruh cabor.
Padahal, tanpa adanya dana hibah tersebut, seluruh cabor tak bisa menyelenggarakan kegiatan apapun untuk pembinaan para atketnya. Di sisi lain, untuk mempertahankan eksistensi dan kualitas atlet, tak sedikit cabor yang berinisiatif menggelar turnamen sendiri atau memberangkatan atlet mereka kejuaraan cabor menalangi sendiri dana yang dikeluarkan. (hdi).
Sumber : Jawa Pos Radar Jember 31 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar