Editor Buku Terbaru Kaporles, Dimulai Biaya Cetak Rp 30 Ribu
Pendidikan bukan batasan berkarya menjadi penulis buku. Tak memiliki biaya cetak buku pun, juga ada solusi asal memiliki niatan lurus. Seperti yang dilakukan penulis muda tanpa modal Zainuddin alias Dien Albanna.RULLY EFENDI, Jember
TUMPUKAN buku tertata rapi di atas meja rumah Zainuddin. Selain buku biografi dan kritikan sosial, juga ada novel diantaranya. Namun diantara banyaknya buku ini itu, karya Dien Albanna yang sangai mendominasi.
Sempat mengira bahwa Zainuddin sangat mengidolakan Dien Albanna. Namun ternyata, Dien Albanna tersebut tak lain nama pena Zainuddin. Sebuah nama samaran yang bisa digunakan oleh seorang penulis.
Dien Albanna sendiri mengadopsi dari nama panggilannya Dien. Sedangkan Albanna, membuat mirip Al Bantani yang memiliki arti seseorang yang berasal dari banten. Maklum saja Dien lahir di tanah Banten. "Tapi besarnya di Malang," akunnya, saat diwawancarai Rabu(2/11) nalam kemarin.
Sebelum memilih nama pena Dien Albanni, Zainuddin menggunakan nama Putra Alam. Nama pena itu dia pilih sejak awal menulis novel, sekitar bulan November 2012 lalu.
Kenal Kapolres Gara-Gara Chatting di Fesbuk
Setelah hijrah ke Jember, sejak setahun silam, dia memilih berganti nama pena. "Karena saya memilih pindah dari menulis buku sampai, ke buku yang agak serius," jelasnya.Sejumlah buku kerja karya Dien Albanna, cukup mencengangkan dunia kepolisan Indonesia. Mengawali tulisan tentang polisi, dia membuat buku berjudul "Polri Bagi Negeri. Ketika Setitik Nila Merusak Citra," Sebuah tulisan tentang Kritik sosial kelakuan buruk okmun polisi.
Tulisan itu dibuat bukan untuk menyudutkan peran polisi. Lebih pada kritik membangun. Apalagi, tulisannya tak lain hasil dari kumpulan suara masyarakat berhasil dia tangkap dari media sosial (Medsos) fecebook. "Buku ini yang mengantarkan saya kenal dengan petinggi polisi," akunya bangga.
"From Jember to Our Nation menjadi buku berikutnya yang mengulas soal kepolisian dengan studi lebih khusus di jember. Buku tulisan itu yang kemudian membuat dia dan Kapolres Jemer AKBP Sabilul Alief, kenal baik bahkan ikut menggarap buku sang kapolres sebagai editor.
Kenal dengan kapolres, setelah dia memcoba komunikasi di facebook. Saat itu, dia mengirim pesan pribadi di akun facebook sebagai media mengenalkannya dengan koplres, karena dia sadar bahwa Kapolres Jember aktif sebagai facebooker. "Setelah direspon, saya minta ketemu untuk diskusi buku tulisan saya," akunya.
Kapolres langsung meresponnya. Maklum katanya, karena kapolres juga seorang penulis buku. "Saya datang meminta masukan dan saranan," tutunya. Namun ternyata, kapolres memintanyya membuat menjadi editor buku gagasan terbarunya.
Buku Kapolres Sabilul Alif berjudul "Down To Earth. catatan Abdi Bhayangkara di Bumi Pandalungan." Buku tebal yang bercerita tentang perjalanan dinasnya selama di Jember. "Saya mau karena niat penulis sangat inspiratif," ujarnya. Apalagi bagi Dien Albanna, jarang sekali tokoh sesibuk kapolres masih mau meluangkan waktu menulis buku.
"Sang Pedjoeang," sebuah buku fiksi bercerita tentang salah seorang pejuang asal Jember, dia tulis untuk menggugah semangat patriotisme anak muda Jember. Meski demikian, tidak semua buku karyanya tercetak sampai ratusan apalagi ribuan.
Bukan karena tidak laku. Bahkan, salah satu bukunya pernah tembus ke toko buku berjaringan nasional. "Saya hobi menulis buku. Cetak buku tak perlu banyak. Pernah juga hanya mencetak satu buku," akunya.
Seperti itu, dia ingin sampaikan supaya penulis muda terpacu. Tidak takut tulisannya ditolak penerbit buku. Karena cetak satu buku pun, sebenarnya bisa dilakukan. Memesannya juga mudah. Bahkan bisa juga transaksi online. Biaya juga murah. Meski hanya oesan cetak satu buku, biaya Rp 30 ribu juga bisa.
Zainuddin, tergolong penulis produktif. Namun siapa menduga, jika dia bisa menulis karena otodidak. Tidak pernah belajar khusus menulis buku. Bergabung dikomunitas penulis pun,
samapai ingin diikuti. Karena sebenarnya, dia hanya tamatan SMP.
Semakin terpacu menulis buku yang lebih serius, ketika dia bergabung menjadi pegawai perpustakaa daerah (Perpusda) Jember. Namun sejak tiga bulan terakhir ini, dia memilih berhenti bekerja di instansi plat merah tersebut.
Namun dedikasinya untuk menularkan minat baca anak muda, terus dia lakukan di luar. Bahkan, pelajar SMP yang Ingin memiliki buku hasil karyanya sendiri, dia dampingi dengan setulus hati. "Karena menulis itu karya yang bisa dikenang sampai kita mati sekali pun," katanya.
Pria yang lahir di tanggal 19 Januari 1983, itu akan terus mendddikasikan kemampuannya menulis untuk kemajuan anak bangsa. Terlebih, sang istri Tri Mulyani, begitu mensupport keinginan mulianya tersebut. (rul/hdi)
Sumber : Jawa Pos Radar Jember 04 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar