Buktikan Pendidikan Pesantren Mampu Unggul Dalam Sains
Tempaan pendidikan di pesantren yang sering dianggap berat, justru mampu membentuk mental pembelajaran mandiri bagi seorang anak ketika kuliah kelak. Itulah yang ingin disampaikan Nawawi, yang Sabtu (19/11) lalu diwusida sebagai lulusan terbaik Magister Pendidikan Islam IAIN Jember.SHODIQ - ADI FAIZIN, Jember
Wajah semringah terlihat dari Gus Nawawi (panggilan akrabnya) Pagi itu, (19/11) dia bersama rekan-rekannya menjalani prosesi wisuda untuk menandai kelulusan mereka dari IAIN Jember. Gus Nawawi bersyukur, tidak saja karena lulus tepat waktu, tapi juga karena mendapat penghargaan sebagai wisudawan terbaik. Alhamdulillah, karena dukungan keluarga juga," ujar Nawawi kepada Jawa Pos Radar Jember.
Nawawi menulis tesis berjudul Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kitab Kuning di SMP Islam an-Nur Rambipuji. "Saya ingin membuktikan bahwa pendidikan keagamaan yang diberikan dipesantren, justru bisa menunjang penguasaan sains bagi santri," tuturnya.
Menurut dia, selama ini ada stigma bahwa sekolah yang berbasis di pondok pesantren akan kalah bersaing dengan sekolah umum dalam hal penguasaan ilmu umum. "Itu stigma yang salah. Justru anak yang terbiasa ditempa banyak materi di Pesantren.
Sore dan Malam Ngajar di Madrasah Diniyah
Akan bisa lebih berprestasi nantinya," ujar pria yang menyelesaikan pendidikan sarjannya di IAIN Syarifuddin Lumajang ini.
Kesimpulan ini di peroleh setelah mengamati alumni pondok pesantren yang mendapatkan beasiswa kuliah di Kampus-kampus ternama. "Banyak santri yang dapat beasiswa di PTN, mereka justru bisa cumlaude lulusnya," ujar alumnus Pondok Pesantren Lirboyo ini.
Pria kelahiran Rejoso, Pasuruan 18 Juli 1973 ini, mempunyai alasan tersendiri untuk mendukung kesimpulannya. "Ada filosofi dalam dunia pendidikan. bahwa semakin anak dididik mandiri seperti model di Pesantren, maka mereka akan semakin cemerlang otaknya," ujarnya suami dari Rifqi afiqiyah SpdI ini.
Karena itu, Gus Nawawi berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan lembaga pendidikan yang ada di pesantren. Dia menilai, kurangnya perhatian pemerintah terhadap kalangan pesantren bisa dilihat dari masalah sertifikasi guru. "Seharusnya pemerintah memberikan penghargaan yang setimpal bagi guru pesantren. Jam mereka mengajar materi kitab kuning selama ini tidak dihitung sebagai jam sertifikasi guru," tutur putra pasangan H Jamaluddin dan Ibu Aisyah ini.
Saat ini, lanjut guru.guru yang ada di sekolah berbasiskan di Sekolah pada pagi harinya,juga mengajar di madrasah diniyah (pendidikan keagamaan khas pesantren) pada sore dan malam. Sayangnya tutur Nawawi, pendidikan di Madrasah diniyah ini belum sepenuhnya diakui oleh pemerintah. Akibatnya, jam mengajar di Madrasah diniyah ini tidak diakui sehingga tidak menjadi dasar pemberian sertifikasi bagi guru-guru tersebut. "Selama ini, pendidikan diniyah hanya diperlukan seperti muatan lokalsaja oleh pemerintah," kata ayah tiga orang anak ini.
Meski berhasil lulus tepat waktu dengan nilai terbaik, perjalanan pendidikan Gus Nawawi tidak mudah. Dia baru mulai kuliah tingkat sarjana di IAI Syarifuddin Lumajang saat berusia 35 tahun. "Saya memang agak telat kuliahnya, waktu itu sudah punya istri dan anak," tutur Nawawi.
Setahun setelah lulus kuliah pada tahun 2014 Nawawi langsung melanjutkan pendidikan di Pascasarjana IAIN Jember pada konsentrasi Pendidikan Islam. Saat melanjutkan S2, menurut Gus Nawawi, banyak orang-orang di sekitar yang meremehkannya. Banyak yang bilang, ngapain anak kiai kok sampai kuliah tinggi," tutur pria yang juga dosen di STAI Bustanul Ulum, Krai, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang tersebut.
Namun putra ketiga dari 14 bersaudara ini punya alasan tersendiri untuk melanjutkan pendidikan di jenjang magister. "Saya ingin memberikan contoh kepada santri-santri saya tentang konsep pendidikan dalam Islam. Yakni long life education atau belajar sepanjang hayat," pungkas Nawawi.
Dilingkungan Kampung Arab, Kelurahan Gogotrunan, Lumajang ini, nama Gus Nawawi cukup dikenal sebagai kiai muda. Dia mendapat kepercayaan KH Ali Machrus, mertuanya yang merintis PP Al-Islamiyah Al-Mustaqimiyah, ditengah kota. Namun sebelum mewujudkan impiannya yang maksimal, sang mertua menderita sakit dan akhirnya meninggal dua tahun lalu.
Kakak iparnya, Gus Abdul Fattah, yang digadang-gadang ikut membesarkan pesantren juga keburu dipanggil Allah SWT. Akhirnya disertai Gus Farid, Kakak ipar yang lain, Gus Nawawi harus bekerja keras mewujudkan impian sang mertua. Berbekal ilmu dari pesantren tradisional, khususnya Lirboyo, Kediri, Gus Nawawi mencoba berjuang semaksimal mungkin.
Selain memiliki kedalaman ilmu, Gus Nawawi dikenal sebagai penceramahan yang banyak dikagumi jamaah. Gaya pembawaannya sejuk, humoris, dan penuh makna. Tak heran, jika hampir setiap malam, dia banyak diundang berbagai jamaah pengajian, hingga keluar daerah. Meski demikan, tugas utamanya mengajar satri di pondoknya tak pernah dilupakan.
"Saya harus bisa membagi waktu," tutur ketua Forum Komunikasi Diniyah Taklimiyah di Lumajang itu.
Selain sebagai pengasuh di Pesantren Al Mustaqiminyah, dia juga katif di berbagai organisasi sosial. Di antaranya sekretaris Robitah Mahad Al Islamiyah (RMI) Kabupaten Lumajang, perode 2002-2007 dan periode 2007-2012. ketua Robitah Mahad Al Ilamiyah Kabupaten Lumajang, periode 2012-2017. Pernah katif di Internasional NGO For Indonesian development (INVID) tahun 2002-2004, sebuah organisasi non pemerintah yang mengadvokasi kaum marginal.
Selain itu juga aktif mengkritisi kebijakan pemerintah dalam upaya menuju pemerintah yang adil sejahtera dan bermartabat. Menjadi ketua KKMD (Kelompok Kerja Madrasah Diniyah) Kabupaten Lumajang periode 2003-2008, dan 2008-2013, serta terpilih sebagai ketua FKDT (Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah) Kabupaten Lumajang periode 2013-2018. Dan wakil ketua Dewan Pengurus Wilayah FKDT (Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah) Jawa Timur periode 2016-2021.
Ketua Himpunan Pengusaha Santri (HIPSI) Kabupaten Lumajang. Selain di organisasi sosial juga aktif sebagai Perumus FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) Jawa Madura sebuah forum kajian masalah keagamaan (Bahtsul Masa'il) antar pondok pesantren se Jawa-Madura. selain beberapa kegiatan juga katif mengisi ceramah agama dan tercatat sebagai dosen Bahasa Arab, Manajemen, dan BMK. di sekolah Tinggi Agama Islam Bustanul Ulum Krai Yosowilangun. (mg/sh/c1/hdi)
Sumber : Jawa Pos Radar Jember 22 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar