Senin, 30 Januari 2017

Perjalanan Rupiah dari Percetakan sampai ke Masyarakat

 

Makin Bagus Rawat Rupiah, Hemat Uang

Perjalanan uang rupian dari percetakan sampai ke masyarakat menyisakan beberapa persoalan. Salah satunya kesadaran masyarakat unruk merawat uang rupian yang masih rendah.

HARI SETIAWAN, Jember


SORE itu hujan cukup lebat. Syarifudin membelokan motornya ke sebuah SPBU. Dengan sedikit terburu-buru,dia langsung mengisi penus tangki motornya. Setelah membayar, uang kembalian dari petugas SPBU tidak dia hitung dan cek. Langsung masuk kantong.


Di antara beberapa lembar uang kembalian itu, ternyata terdpat selembar pecahan Rp 20 ribuan. Hingga beberapa hari setelah kejadian itu,pegawai swasta di Jember itu kesulitan membelanjakan uang Rp 20 ribuan itu."Uangnya jelek sekali, lecek. setiap saya pakai beli,tidak ada toko yang mau. Pasti minta di ganti uang baru,"akunnya.

Hampir putus asa laki-laki yang masih lajang itu berusaha "membuang"  uang leceknya itu ke toko atau warung makan. Tapi,selalu di tolak.jalan terakhir dia ambil. Suatu saat saya menabung, ya sudah, uang itu sya setor ke bank. Kalau uang jelek kan pasti di terima,asal tidak sampai robrk,"ujarnya,seraya tersenyum.

Uang Pecahan Kecil Lebih Cepat Lusuh

Persoalan uang lecek yang tak layak edar ini sudah lam menjadi atensi Bank Indonesia (BI). biaya cetak, distribusi, penarikan,dan pemusuhan uang kan sangat besar. Miliaran rupiah. Semakin banyak uang tak layak edar,biaya yang harus dikeluarkan BI sebagai lembaga yang berwenang mengcetak dan mengedarkan rupiah akn semakin besar," kata Lukman Hakim, deputi Kepala Perwakilan BI Jember.

Untuk mencetak dan mengedarkan uang rupiah, setiap tahun BI menyusun estimasi kebutuhan uang (EKU). biasanya dilaksanakan akhir tahun.dalam menyusun EKU, BI akan melihat data peredaran uang tahun sebelumnya serta faktor-faktor ekonomi lainnya, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,dan semacamnya.

Setiap kantor perwakilan BI harus membuat EKU,EKU disusun berbasis daerah dan bulan."Selanjutnya Data-data itulah yang akan menjadi dasar keputusan BI untuk mencetak dan mendistribusikan uang rupiah," terang Lukman.

Diakuinya, salah satu problem besar dalam peredaran uang rupiah adalah umur edar. Sebab, secara umum kesadaran masyarakat untuk merawat uangnya relatif rendah." Jika banyak uang rupiah yang rusak, BI akan memusnahkan dan mencetak yang baru. Ini semua kan membutuhkan biaya besar" tandasnya.

Karena itu, BI sangat berkepentingan menjga umur edar uang rupiah bisa lebih lam. Lukman lantas membongkar data survei di ketahui, kesadaran masyarakat merawat uang rupiahnya.Dari survei diketahui, kesadaran  masyarakat di wilayah kerja BI Jember dalam merawat uang rupiahnya masih rendah. Hanya 13 persen responden yang tahu dan paham mengenai pentingnya menjaga rupiah, ungkapannya.

Hasil survei itu sejalan dengan data Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) atau uang yang dimusnahkan BI sepanjang 2016 ini. Sampai, November lalu, uang rupiah yang harus di musnahkan BI karena tidak layak edar senilai Rp 7,49 triliun." Ini termasuk jumlah yang cukup besar nagi wilayah kerja BI Jember," aku Tri Budiarto, kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah BI Jember.

Selam ini BI memiliki standar kelusuhan (soil level) uang lebih uang rupiah. untuk uang pecahan kecil (Rp 20 ribu ke bawah), soil level ditetepkan  6 dan uang pecahan besar (Rp 20ribu ke atas) di tetapkan 8."Dari skala 1-26, soil level pecahan kecil di wilayah 6 dan uang pecahan besar 10," ungkapannya.

Perjalanan uang rupiah yang panjang sejak dari percetakan sampai di tangan masyrakat memang sejak dari percetakan sampai di tangan masyarakat memang beresiko pada tingginya uang lusuh atau tidak layak edar. Apalagi, uang itu berputar di berbagai strata mayarkat. Memang, sejauh ini belum ada riset yang memotret relevansi bagus tidaknya uang dengan tempat edarnya.

Tapi, diakui tri , kecenderungannya uang pecahan besar lebih awet dari pada pecahan besar kecil. Mengapa? "Uang pecahan kecil banyak berdar di tempat tradisional, sehingga potensi lebih cepat rusaknya tinggi. selain spesifikasi uang pecahan kecil memang lebih rendah dari pada pecahan besar" tutur tri.

Dia memperkirakan, uang pecahan kecil tiga kali keluar masuk bank, sudah di tarik peredarannya oleh BI kondisinya sudah lusuh dan tidak layak edar. Sedangkan uang pecahan besar bisa lebih dari tiga kali keluar masuk bank maish bisa diedarkan karena bagus."Prinsipnya, makin bagus merawat uang, biaya negara yang di hemat makin besar, tegasnya.

Lukman mengakui, rendahnya kesadaran masyarakat untuk merawat rupiah duisebabkan sejumlah faktor. Antara lain, kebiasaan dari turun-temurun menyimpan uang dengan dilipat, terkadang distples, bahkan dicorat-coret. Sedangkan cara menyimpanan uang rupiah yang baik adalah menyimpan di dompet panjang, sehingga uang tidak terlipat.

Ke depan,pekerjaan rumah BI untuk menyosialisasikan pentingnya merawat uang rupiah cukup berat. BI Jember akan segera merancang program untuk mengajak masyarakat merawat uang rupiah. " Kas keliling pun pasti juga sosialisasi agar masyarakat menyimpan uangnya dengan baik," sambung Tri. (hdi)


Sumber: Jawa Pos Radar Jember Kamis 8 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar