Selasa, 31 Januari 2017

Menengok Praktik Pilkades Serentak di Jember dan Hingar-bingarnya

Dinilai Rawan Money Politics Partisipasi Pemilihanya Tinggi

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak digelar di seluruh wilayah Kabupaten Jember,kemarin.Pesta demokrasi  ini membuat aparat kepolisian harus bekerja lebih ketat. Apalagi banyak isu money politic bergulir.



RULLY EFENDI, Jember

BERADU alat peraga kampanye. sejumlah titik strategis, terpasang gambar para calon Kades.Mulai yang besar disebut dipasang mengharap simpati masyarakat.bahkan jika dibandingkan pilkada,perang gambar pilkades tak kalah semaraknya.

Perang gagasan juga mendapat panggung. Menyebutnya sama, debat kandidat para calon.Bahasannya tentang visi, misi serta program kerja 6 tahun kepemimpinannya ke depan Namun yang jelas, para calon Kades tidak harus menggunakan syarat dukungan minimum partai politik.

Mereka cukup mendaftar di panitia pilkades bentukan muspika setempat. Pendaftarannya pun juga tak perlu syarat minimum dukungan masyarakat, seperti melampirkan foto kopi KTP. Syaratnya cukup memenuhi ketentuan administratif.Semisal bakal calon hanya ada di bawah lima orang, maka mereka sudah lolos tanpa harus tes tulis .

H-1, Iklim Politik di Perkampungan Seperti Siaga Satu

Syarat lain soal  kesepian menanggung biaya pilkades selama berlangsung.Semisal panitia menghabiskan anggaran sampai Rp 150 juta, maka mereka harus menanggung bersama. Beruntung tahun ini, Pemkab Jember memberi subsidi pelaksanaan pilkades mencapai Rp 100 juta.Sehingga, para calon Kades tidak lagi begitu dibebani biaya politik yang tinggi.

Posko pemenangan kandidat, seperti menjadi kewajiban yang tak tertulis.Meski pun, posko yang didirikan ada di masing-masing rumah kandidat.Posko bukan hanya untuk konsolidasi politik,Masyarakat desa menyebutnya tempat silaturahmi antar warga dan calon pemimpinnya.

Kegiantan di posko nyaris tidak ada yang formil. Tamu yang datang,pasti diberi makan. Bagi yang perokok,dipastikan bisa merokok sepuasnya di posko calon Kades tersebut.Sebab selama posko dibuka,kandidat menyediakan kebutuhan komsumsi yang disebut mereka untuk merawat konstituen.

Soal hari tenang,pilades juga ada seperti pilkada. Bahkan suasananya lebih mencekam dibandingkan pemilihan umum lainnya.Karena konon,pilkades lebih rawan praktik money politics Bahkan .semakin mendekati hari pelaksanaan pencoblosan yang disebut H minus satu,iklim politik di perkampungan berubah siaga satu.

Setiap warga yang terlibat aktif memilih tim sukses,secara otomatis akan menjaga lingkungannya dengan ketat. setiap jalan hingga gang kampung akan dijaganya dengan masif. Tujuannya,supaya basis massanya,tidak terganggu orang lain yang menawarkan amplop berduit. sebab jika sampai kebobolan, suara yang semula sudah unggul, akan terbalik karena tergoda duit politik.

Kabar money politics itu rupanya bukan isapan jempol.  Buktinya di Desa Tanggul Kulon,polisi dan warga berhasil menangkap tangan dua orang yang terbukti menyebar uang politik." Kami sudah menetapkan keduanya sebagai tersangka money politics,"ungkap Kapolsek Tanggul AKP Bambang Setiawan, Kamis  (8/12)kemarin.

Modusnya pun unik.Kedua orang itu membeli surat undangan pemilih di pilkades Tanggul Kulon.banyak kemungkinan yang dikaji pihak kepolisian.namun yang pasti,surat undangan memilih iyu bakal disalah gunakan."motifnya sedang kami selidiki,"imbuhnya.

Belum lagi bicara penjudi.Pilkades begitu kental dengan praktik taruhan skor antar kandidat.Bahkan di lapangan, sering terdengar potong atas yang di singkat potas. Semisal di judi bola, istilah lebih kerennya voor. Meminimalisasi itu, Kapolres Jember melakukan penjagaan satu kampung satu orang petugas,"Ketahuan ada penjudi pilkades langsung kami tangkap,"terang Kapolres Jember AKBP Sabiluln Alief.

Meski demikian, ternyata pilkades lebih unggul soal pertisipasi masyarakat pemilihanya. Pengakuan itu di sampaikan Bupati Faida, saat keliling ke lima titik pilkades serentak di Jember,kemarin.Dia menyebut, ada sedikitnya 75 persen pemilih yang hadir di momen pesta demokrasi tingkat desa tersebut."Partisipasinya lumayan tinggi, ada sekitar 75 persen," akunya.

Soal plus dan minus pilkades digadang-gadang sebagai praktik demokrasi tertu di Indonesia Modal itu yang bakal memperkuat identitas bangsa soal fondasi demokrasi yang perlu diperkukuh."Semua harus belajar dari pilkades.Meski pilkades juga perlu ada perbaikan sistem,"pungkas Faida.(rul/cl/hdi)


Sumber: Jawa Pos.Radar Jember Jum'at 9 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar