Rabu, 01 Maret 2017

Rafef Jainuri, Salah Satu Pendulang Mendali di Pencak Silat


Selalu Berwudu Sebelum Turun ke Arena Pertandingan Silat


Terhimpit cedera engkel tak lantas membuat Rafef Jainuri melempem. Usai mendapatkan medali emas di Popda Jawa Timur, pelajar XI SMA ini kembali mendulang medali emas di even popwil. Tak hanya itu, dia juga ditunjuk sebagai bagian dari kontingen Jawa Timur untuk sebagai di even Popnas tahun depan.

LINTANG ANIS BENA K, Jember

WAJAHNYA masih menampakkan kecerian maskipun baru saja menyelesaikan ujian akhir semester. Dengan langkah kaki yang sedikit terlatih, remaja pelajar SMA Muhammadiyah 3 Jember ini menghampiri kru Jawa Pos Radar Jember. "Maaf agak terlambat," ujarnya.

Remaja putra ini, Rafef Jainuri, bukan sekedar remaja biasa. Di balik sosoknya yang jangkung dan tegap, tersimpan potensi besar di cabang olahraga pencak silat. Dialah salah satu atlet yang mendulang medali di berbagai kejuaraan pencak silat. Yang terbaru adalah perolehan emas di dua even yaitu Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Jawa Timur dan pekan olahraga pelajar wilayah (popwil)


Awalnya Sekedar Ikut-ikutan Latihan


Meskipun kaki kirinya tengah didera cedera yang cukup parah, Rafef masih bisa memberikan hasil luar biasa berupa dua mendali emas di perhelatan popwil akhir pekan lalu. Cedera ini dapatkan ketika laga final popda, awal November lalu.

Karena itu semenjak awal Rafef tak berharap bisa memenangkan turnamen yang digelar di Malang. Apalagi Haekal juga mengalami cedera yang sama dengannya. "Setelah popda masih banyak yang dicedera dan belum pulih benar," ungkap siswa kelas XI ini.

Awal mula Rafef terjun di dunia pencak silat adalah ketika almarhum Sulaiman, sang ayah masih terlibat dalam kegiatan operasional Perguruan Tapak Suci. Setiap kali ada atlet yang bertanding, ayahnya yang mengantar para atlet. "Sejak TK sudah dikenalkan ke pancak silat," tuturnya.

Dulu, latihan yang dijalani bungsu dari lima bersaudara ini hanya sekedar ikut-ikutan sang kakak. Maklum, keempat kakaknya juga katif sebagai pesilat. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, mungkin inilah peribahasa yang cocok untuk Rafef.

Sepak terjangnya di dunia silat seempat terhenti kala Rafef duduk di kelas 5 SD. Dirinya sempat menjadi bagian dari timnas sepakbola U-12 dalam even AEAN Primary School Sport Olympiad tahun 2012-2013.

"Terkahir lawan Malaysia di babak final, tapi kalah," kenangnya.

Tak hanya sepak bola, Rafef juga sempat didapuk menjadi salah satu atket sepak takraw ketika even Popda X tahun 2014 yang diselenggarakan di Gresik. Karena sempat pindah-pindah cabor inilah, dia mengaku,kemanpuan pencak silatnya tak terlalu bagus. "Dibandingkan dengan Haekal nggak pernah pindah cabor," akunya.

Namun hal tersebut sepertinya sangat bisa dibantah. Terbukti dengan prestasinya meraup medali emas di Popda dan popwil. Serta, bersama Haekal, Rafef juga ditunjuk sebagai bagian adri kontingen pencak silat Jawa Timur pada even pekan olahraga pelajar nasional (ponpas) yang rencananya akan digelar akhir tahun depan.

Di even popda pun Rafef sebenarnya tidak diplot sebagai atlet utama. Dirinya yang tak menjadi juara pertama ketika seleksi harus puas ditempatkan sebagai pelapis kedua. Tetapi, karena peraih juara satu mengundurkan diri akibat cedera, mau tidak mau dirinyalah yang turun di GOR SMPN 7 Jember kala itu.

Begitu pula ketika dia diminta untuk tampil di Popwil. Karena cedera yang belum pulih, Rafef berniat untuk istirahat selama beberapa pekan.

"Tetapi karena diminta ikut ke Malang, sementara even sudah tinggal sebentar lagi, yang mau nggak mau berangkat. Alhamdulilah bisa dapat hasil maksimal," kenangnya.

Dengan training center yang hanya berlangsung tiga hari di Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Timur, Rafef merasa cukup beruntung karena sebelumnya sudah cukup
erlatih dan kawan-kawannya membuat pemua jangkung ini mampu tampil optimal.

Terjun di pertandingan sejak kecil, membuat Rafef paham benar bahwa pencak silat bukan merupakan olahraga main-main. Bahkan menurut dia, pencak silat bisa dibilang olahraga 'mistis'. "Sebenarnya tergantung pribadi masing-masing, tetapi ada saja atlet yang mainnya bagus tetapi tdak meraih juara, sementara ada atlet yang biasa-biasa saja tetapi bisa menjadi juara," ujarnya.

Hal tersebut, kata dia, berangkat dari faktor kebiasaan dan kebersihan hati masing-masing undividu. rafef selalu berusaha memperisapkan. Fisik dan mental sebelum turun ke pertandingan, saya selalu berusudu, jadi masuk ke arena dalam keadaan suci," terang putra pasangan almarhum Sulaiman dan Sukarsih ini.

Rafef mau main-main. Sebab dia pernah melihat sendiri atelt dengan kebiasaan buruk juga. "Ada juga atlet yang suka ngomong kotor, kena tendang di mulutnya," akunya.

Sportivitaslah yang menjadi niat Rafef setiap kali bertanding. Apalagi, menghadapi popnas dan kejuaraan nasional (kejurnas), remaja kelahiran 31 Januari 2000 ini berusaha selalu menerapkan kebiasaan-kebiasaan baik sebelum bertanding, Baginya, setiap pertandingan memiliki tingkat kesulitan berbeda-beda.

Pada popwil kemarin, misalnya Rafef mengaku pesilat asal Sulawesi Selatan yang ditemuinya di babak final merupakan lawan paling sulit yang pernah di temui.

Selain dari kompetensi yang sebanding, keduanya memiliki cara berlaga yang sama. "Kita sama-sama defensif, jadi sangat sulit untuk menyerang duluan," ujarnya.

Persiapan mental menjadi sangat penting, terutama ketika berlaga di luar daerah. Dengan bertemu banyak lawan, Rafef bisa mengetahui karakter permainan masing-masing atlet. "Kita juga mengamati calon lawan kita ketika bertanding, jadi bisa tahu kelebihan dan kelemahan masing0masing atlet," pungkasnya. (c1/hdi)




Sumber : Jawa Pos Radar Jember 30 November 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar