Jumat, 03 Maret 2017

Ida Ayu Pradwita Nashanti, Penulis Cilik yang Rilis Antologi dan Komik KKPK


Hobi Kumpulkan Brosur Antarkan Cerpennya Jadi Juara Nasional


Baru duduk di bangku kelas delapan SMP sudah punya lima antologi cerpen dan komik. SElain itu juga dikenal dari prestasinya di berbagai kompetisi matematika. Dua keahlian inilah yang dimiliki oleh Ida Ayu Pradwita Nashanti, remaja SMPN 3 Jember yang bisa mengombinasikan kemampuan otak kanan dan kirinya.

LINTANG ANIS BENA K, Jember

KECIL-Kecil Punya Karya (KKPK). Di sinilah seorang gadis kecil menelurkan segudang idenya menjadi bentuk tulisan, baik cerpen maupun novel yang bahkan digambarkan menjadi komik oleh DAR! Mizan, salah satu penerbit nasional.

Ternyata gadis kecil berkacamata ini sudah punya lima buku lho! Pelajar kelas delapan SMPN 3 Jember ini sudah menerbitkan empat bukunya di toko-toko buku besar, sementara buku kelimanya sedang dalam proses cetak. Bahkan di salah satu toko buku terbesar di Jember juga memampangkan standing banner peluncuran buku keempatnya yang berupa komik detentif.

Dialah Ide Ayu Pradwita Nashanti atau yang akrab di sapa Nasha.



Ikut Young Journalist di Majalah Online Bobo


Namnya sudah tidak asing lagi di Jember. Sebab ternyata selain jago menulis cerpen, dia juga termasuk salah satu siswa berprestasi yang kerap dikirim mewakili Jember, bahkan Jawa Timur ke tingkat nasional. Sudah tak terhitung berapa trofi yang tersimpan di lemarinya, hasil dari olimpiade matematika baik di tingkat daerah, provinsi,, hingga nasional.

Terjunya Nasha di dunia tuli-menulis sudah bukan menjadi hal baru. Gadis kelahiran 23 April 2003 ini sudah mulai menulis i sejak duduk di bangku sekolah dasar. "Waktu itu yang ditulis hanya sekedar menulis kegiatan di sekolah dan ditempel di mading (majalah dinding)," kenang Nasha ketika ditemui dirumahnya di daerah Mastrip.

Sejak kecil bungsu dari dua bersaudara ini memang sangat suka membaca buku, terutama novel dan cerpen anak-anak. Nasha juga sempat menjadi young journalist di majalah online bobo. Meski begitu sejak kecil dia sudah dikenalkan dengan buku, bahkan walaupun Nasha belum bisa membaca. "Yang dilihat gambarnya aja," selorohnya.

Saking banyaknya cerpen yang dia buat, orang tuanya mengusulkan untuk membukukan tulisan Nasha menjadi sebuah kumpulan cerpen. Dari sinilah karier kepenulisan putri pasangan Dr I.B. Suryaningrat dan Yudanti Nugraheni SH ini dimulai.

Buku pertamanya yang berjudul Kumpulan Cerpenku ang dicetak tahun 2013 ini memang hanya dipasarkan di kawasan Jember saja. Maklum, saat itu belum Nasha dan orang tuanya masih belum banyak mengetahui penerbit nasional. Tetapi karya pertama inilah yang menjadi awal kesuksesan Nasha.

Bahkan, kumpulan cerpen ini sempat dicetak dua kali saking banyaknya permintaan dari sekolahnya. Alumnus SDN Jember Lor 3 Jember ini juga kerap diminta kepala sekolahnya untuk sekedar sharing pengalaman menulis pada adik-adik kelasnya. "Baru kemudian setelah itu saya kenalkan Nasha ke karya-karya KKPK," tutur Yudanti, sang ibunda.

Melihat karya yang dibukukan dan dijual di toko buku, Nasha tertantang untuk bisa menciptakan karya yang sama. Dalam waktu singkat, pada 2015 Nasha akhirnya bisa mengikutsertakan naskah cerpenya dalam lomba cerpen KKPK. "Setahun itu ada dua lomba, yang pertama dapat juara empat dan yang kedua juara satu," lanjut Nasha.

Ide ceritanya kala itu hanya berkisar kehidupan sehari-harinya yang digudah dengan sedikit imajinasi. Pada cerpen berjudul Gara-Gara Kertas Brosur misalnya, cerpen ini ditulis dari pengalaman Nasha yang hobi mengumpulkan kertas brosur. "Sampai-sampai kertasnya penuh di kamar. Tapi dari kertas brosur ini bisa dapat juara satu," kenangnya.

Setelah mendapat juara satu dan karyanya dibukukan dalam dua antologi cerpen, kreativitas Nasha tak berhenti sampai di sana. Tahun 2016 ini dia juga menerbitkan naskah novel uang digubah menjadi komik oleh penerbit yang sama. Meski mengirim naskah dalam bentuk tulisan, namun setelah berbagai petimbangan Nasya dan kedua orang tuanya yang bertindak sebagai manajer tak keberatan naskah itu digrafis menjadi komik.

"KKPK ini segmennya anak-anak. Sekarang minat baca anal-anak cenderung menurun, sudah mulai jarang. Nah, dengan berbagai pertibangan dan setelah berdiskusi dengan penerbit, akhirnya naskah Nasha dicabur dalam bentuk komik tanpa mengubah isinya, dengan harapan anak-anak yang lebih mudah menerima inti ceritanya," ujarn Danti.

Lucunya, bocah berambut keriting ini tak mau naskah tulisannya dibaca oleh orang lain, terutama sang mama dan papa, sebelum dikirim ke penerbit. Sebab dia tak ingin ada intervensi apa pin dari pihak luar. "Pernah waktu buku pertamanya itu saya ikut ngasih banyak pendapat. Eh begitu di buku kedua dia bilang, sudah Mama nggak usah baca sebelum naskahnya jadi," kata Danti sembari tertawa.

Penggemar karya Enid Blyton ini juga tak meminta perangkat untuk menulis kepada orang tuanya. Komputer yang menjadi sarananya menciptakan karya, juga dia dapatkan sebagai hadiah atas prestasinya ketika memenagkan kompetisi matematika.

Beranjak remaja, Nasha sudah mulai mengalihkan genre tulisannya menjadi sedikit lebih serius. Kini dia tengah memperisapkan naskah buku keenamnya dengan genre fantasi. "Pengennya nulis novel yang lebih panjang," aku Nasha.

Di penerbit tempatnya selama ini mengirim naskah, dia 'hanya' mengirim naskah sepanjang maksimal 55-60 halaman karena masih tergolong kelompok anak-anak. Naskah ini biasanya dia selesaikan dalam waktu satu minggu hingga satu bulan. "Tergantung kegiatan sekolah dan lesnya," kata Nasha.

Sedangkat untuk sebuah cerpen, Nasha bisa menyelesaikannya dalam waktu dua hari sampai satu minggu. Dia mengaku tak membutuhkan kondisi khusus untuk menulis sebuah karya fiksi. "Biasanya di kamar, yang penting ada musiknya," imbuhnya.

Meski sukses mempunyai lima buku, tapi tak selamanya tulisan Nasha diterima penerbit. Penolakan ini sempat dia alamai ketika mengirim salah satu cerpen untuk diterbitkan dalam antologi cerpen. "Ya ada rasa kecewanya. Tapi J.K. Rowling aja sudah ditolak belasan penerbit sebelum akhirnya bisa bikin Harry Potter," tegasnya,

Ditanya mengenai royalti, gadis yang jago di bidang matematika ini tampak malu-malu. Walau tak menyebut angka pastim namun dia cukup bersyukur karena bisa merasakan manfaat dari royalti bukunya. "Yang penting bisa jalan-jalan dan nraktir teman-teman di sekolah," pungkasnya. (lin/c1/hdi)



Sumber : Jawa Pos Radar Jember 04 Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar